Prof. Dr. Hj. Siti Mujibatun,M.Ag. |
Berbagai literatur yang telah beredar di kalangan akademisi maupun pemerhati ekonomi Islam, kecenderungan pemahaman yang parsial masih terjadi, bahwa ekonomi Islam dalam mindset mereka sekedar pergantian perbankan dari system bunga ke bagi hasil. Hal ini sesungguhnya telah terjadi reduksi pemahaman terhadap istilah ekonomi Islam.
Berbagai definisi telah dikemukakan oleh para ahli ekonomi Islam misalnya Abdul Mannan sebagai representasi dari kelompok ilmuan ekonom Islam mendefinisikan ilmu ekonomi Islam kurang lebihnya adalah ilmu ekonomi yang di dalamnya memuat nilai-nilai moral bersumber dari wahyu (al- Qur’an, hadis Nabi saw.
Definisi yang dikemukakan oleh Abdul Mannan tersebut dirasa realistis karena hingga kini munculnya istilah ekonomi Islam (syari’ah versi Indonesia) akhir abad 20, isu dan kajian utamanya bermula pada isu tidak diterimanya system bunga dalam operasional perbankan, sehingga ekonomi syariah mengusung isu bank tanpa bunga diganti dengan system bagi hasil. Meskipun dua istilah (bunga dan bagi hasil) dalam implementasinya belum terdapat perbedaan signifikan, tetapi hal tersebut tidak mengurangi semangat pengelola pendidikan terutama perguruan tinggi baik berbasis Islam maupun perguruan tinggi umum untuk berlomba- lomba dalam membuka program studi ekonomi berbasis syari’ah baik perbankan, akuntansi dan sejenisnya, sebagaimana yang telah dilakukan oleh lembaga pendidikan UIN Walisongo dibawah kepemimpinan almarhum Prof. Dr. H. A. Azizi, MA sebagai Rektor saat itu pada sekitar tahun 2002an, dengan mulai dibukanya prodi D3 perbankan syari’ah hingga sekarang menjadi sebuah Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam dengan 6 prodi yang menopangnya (prodi S1 Ekonomi Islam, Prodi S! Perbankan Syari’ah, prodi Akuntansi Syari’ah, prodi Manajemen, prodi S2 Ekonomi Syari’ah dan prodi D3 Perbankan Syari’ah).
Pembacaan kritis tentang ekonomi syari’ah sebagaimana penulis setuju dengan definisi yang utuh dikemukakan oleh Abdul Mannan memberi peluang kepada komunitas akademisi (mahasiswa dan dosennya) serta pengelola lembaga pendidikan di perguruan tinggi Islam termasuk UIN Walisongo memiliki peluang dan juga tantangan dalam merealisasikan ide-ide cemerlang dalam rangka merealisasikan ajaran Islam yang Rahmatan Lil ‘Alamin di bumi pertiwi ini (Indonesia).
Peluang yang perlu direspon dan sekaligus dipersiapkan oleh UIN Walisongo adalah pembukaan fakultas baru yang sangat mendesak yaitu prodi Ekonomi Syari’ah Dan Lingkungan. Berbagai tulisan, penelitian selama ini dilakukan oleh lembaga pendidikan di perguruan tinggi Islam, hasil temuannya masih berkutat pada keuangan syari’ah dan perbankan syari’ahnya, masih jauh panggang dari api untuk mengaplikasikan kajian ekonomi syari’ah secara komprehensif bukan hanya domain keuangan dan perbankannya. Tetapi lebih luas lagi terutama kajian yang terkait problem lingkungan. Mengingat isu dan problem lingkungan yang di hadapi dunia saat ini sudah mencapai titik menghawatirkan. Banjir, kebakaran hutan dan gempa adalah musibah yang selalu terulang terjadi di seluruh belahan dunia termasuk Indonesia.
Pentingnya kajian ekonomi syari’ah dan lingkungan di perguruan tinggi antara lain pertama secara filosofis ekonomi syari’ah adalah bagian dari disiplin ilmu keislaman yang mengandung visi dan misi dalam mewujudkan kebaikan dan kebahagiaan kehidupan manusia di dunia dan akherat. Kedua, Isu lingkungan adalah isu dan problem global yang harus ditangani sungguh-sungguh dengan pendekatan manajemen dan teori-teori ilmiah yang akurat dan visible, sehingga jaminan keamanan dan kenyamanan kehidupan makhluk Allah SWT di bumi bisa berkelanjutan. Kedua argumentasi tersebut memiliki signifikansi strategis dalam pengembangan ilmu ekonomi syari’ah Dan Lingkungan ke depan terutama di UIN Walisongo.
Pengelolaan dan penanganan lingkungan perspektif ekonomi syari’ah secara ideal telah di pesankan lewat ajaran Islam (al- Qur’an dan Sunnah Nabi saw). Banyak ayat dan hadis yang menyinggung tentang pengelolaan lingkungan, setidaknya dalam QS.7:56 (al- A’raf ayat 56) yang artinya: Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepadaNya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.
Ayat diatas memberi kesempatan kepada manusia untuk berbuat baik yaitu dengan cara mempersiapkan diri untuk menguasai ilmu pengetahuan serta teori mengelola dan menjaga atau konservasi lingkungan agar tidak banjir, tidak terjadi kebakaran hutan. Berapa triliyun yang harus dikeluarkan oleh Negara-negaa dunia termasuk Indonesia dalam merehabilitasi tanah, rumah, harta masyarakat karena musibah banjir atau kebakaran hutan. Sebaliknya pembiaran terhadap banjir dan terus menerus banjir itu tidak lain disebabkan oleh ulah manusia sendiri. Agaknya peristiwa banjir di Jakarta misalnya relevan dengan pernyataan Allah SWT dalam QS.4:79 (an- Nisa’ ayat 79) yang artinya: Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri…
Beberapa bencana alam, musibah yang menimpa manusia tidak lain sebagian disebabkan oleh ulah manusia yang tidak memiliki visi dan misi syari’ah, pengabaian tanggungjawab kepada Sang Pencipta (Allah SWT). Ujung-ujungnya akibat kelalaian manusia yang tidak mampu dan tidak serius mengelola lingkungan dengan baik serta bertanggung jawab, berakibat pada kesengsaraan dan kemiskinan masyarakat yang terdampak. Inilah pentingnya pemahaman terhadap ekonomi syari’ah dan lingkungan yang mau tidak mau pasti mengarah pada persoalan ekonomi.
Ekonomi syari’ah sebagai sebuah ilmu yang mengandung nilai-nilai moral tanpa dibarengi dengan daya dukung action (ilmu terapan) misalnya ilmu konservasi lingkungan, hanya akan menghasilkan nihilism (laghwun). Untuk itu Ekonomi syari’ah yang bersumber dari wahyu Allah SWT dijamin kebenarannya, agar bisa direalisasikan secara nyata (bukan sekedar nama “syari’ah) dalam kehidupan umat manusia, menggandengkan Ilmu Ekonomi Syari’ah dengan ilmu terapan misal, ilmu konservasi lingkungan adalah sebuah keniscayaan yang perlu diwujudkan. Allahu A’lam.