Semarang (1/12) – JQH El-Fasya El-Febi’s sukses menyelenggarakan UIN Walisongo Mengaji dengan puncak acara pada Selasa (1/12). Acara yang mengusung tema “Nguri-nguri ing Budaya, Moderat ing Agama” ini diakhiri dengan pembacaan shalawat serta doa dan ngaji budaya yang menghadirkan Habib Hamid Baagil, KH. Budi Harjono Gus Candra Malik. Hadir juga dalam acara ini Dr. KH. Ahmad Izzuddin, M.Ag. selaku Wakil Dekan III Fakultas Syariah dan Hukum, Drs. M. Saekhu, MH. selaku Wakil Dekan III Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Bu Nyai Lilik Musyfirotun Ni’mah, M.S.I al-Hafidzoh selaku Penasehat, dan para pembina JQH El-Fasya El-Febi’s. Acara yang terselenggara di Auditorium 2 Kampus 3 UIN Walisongo ini diramaikan dengan kehadiran alumni, pengurus dan para anggota yang mencapai 200 orang.
Dalam sambutannya, Ahmad Izzuddin menyampaikan selamat dan syukur bagi pengurus JQH El-Fasya El-Febi’s yang menginisiasi UIN Walisongo Mengaji. “Acara yang intinya mengajak berdoa dan bershalawat ini merupakan muqtadla al-hal, sesuai konteks dan kondisi Indonesia yang akan menerapkan PPKM lagi. Niatnya baik untuk mendoakan Indonesia semoga pandemi segera berakhir dan PPKM berjalan dengan baik sehingga tidak ada varian baru Covid-19 yang masuk,” jelasnya.
Alunan merdu shalawat dan maulid yang dipimpin oleh Habib Hamid Baagil memulai jalannya acara. Para peserta mengikutinya dengan khidmah, dilengkapi dengan wangi bukhur yang menyeruak di seantero ruangan.
Gus Candra Malik yang hadir sebagai pembicara pada kesempatan tersebut menyatakan kehadiran UIN Walisongo Mengaji membuktikan bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘alamin. “Indonesia memerlukan agen-agen moderat seperti panjenengan ini, karena tidak semua orang hafal dan paham Al-Qur’an. Dakwah itu sejatinya mengajak bukan mengejek, merangkul bukan memukul, membahagiakan bukan membahayakan. Caramu menerima kasih tergantung dari caramu berterima kasih, ” pesannya kepada keluarga besar JQH El-Fasya El-Febi’s.
Tak ketinggalan, acara dimeriahkan dengan tari sufi yang dibawa oleh KH. Amin Budi Harjono, tokoh penggerak dan penggiat Tari Sufi Semarang. Menurutnya, tari Sufi hadir sebagai perlambang bahwa meski dunia ini berputar seperti apapun, manusia tetap berpijak di bumi, dan apa yang dilakukan di bumi sebagai titik tolak di akhirat. Oleh karena itu penting untuk bisa menjadi seorang yang alim dengan terus belajar, rajin sowan, tabarrukan, dan ngalap berkah para alim. “Walau kita pelita kecil, jika kita dekat dengan pusat energi maka nyala kita akan kuat dan terang benderang,” ungkapnya.
Ketua JQH El-Fasya El-Febi’s, Ibnu Aqil mengungkap pembacaan shalawat dan ngaji budaya ini sebagai penutup rangkaian kegiatan UIN Walisongo Mengaji yang telah terselenggara sejak 15 November. Sebelumnya, telah dilaksanakan Talkshow Revitalisasi Budaya dan Moderasi Agama, Pembacaan Arwah Jamak dan 27 Khotmil Qur’an